Kamis, 24 Mei 2012

LAO TZE DAN KITAB SUCI TAO


RIWAYAT HIDUP LAO TZE 

Lao Tze, orang yang dikatakan sebagai pelopor dan perintis Taoisme, yang dikenal dengan beberapa nama. Nama samarannya adalah Laozi yang berarti “Guru Tua”. Nama dirinya Li Erh dan Lao Tze. Sedangkan nama dewasanya Lao Chun, T’ai-shang Lao-Chun, atau T’ai-shang Hsuan-yuan Huang ti, juga disebut dengan Lao Tuna atau Lao Tan. Lao Tze lahir pada 604 SM, penulis legendaris dari sebuah kitab tersohor Tao Te Ching, adalah laki-laki yang hidupnya penuh dengan misteri. Menurut legenda, ia dilahirkan ketika ibunya sedang terpana memandang bintang jatuh. Ia tumbuh dewasa di dalam rahim ibunya selama 62 tahun.


Biografi Lao Tze pertama kali disebut dalam tulisan Ssu-ma Chi’en yang berjudul Records of the Historian. Ssu-ma Chi’en mencatat bahwa Lao Tze berasal dari sebuah dusun kecil Ch’u-jen yang terletak di Desa Li, di Negeri Ch’en, yang pada tahun 479 SM menjadi bagian dari Negeri Ch’u. Baik Lao Tze maupun Konfusius sama-sama tinggal di wilayah ini. Lao Tze bekerja di Ibukota Loyang sebagai Penjaga Arsip di istana Kerajaan Chou. Jabatan ini memberinya akses ke naskah-naskah klasik yang disimpan di gudang arsip kerajaan, yang lebih mirip perpustakaan. Ia tahu banyak tentang adat kebiasaan Kaisar Kuning (2697 SM) beserta semua karya agung yang ada pada masa itu. Ia lebih tua sekitar 50 tahun daripada Konfusius yang dikatakan harus berkonsultasi dengan Lao Tze untuk mendapatkan informasi tentang berbagai ritual. Dalam masa kerjanya, ia sudah mempraktekkan sebuah jalan hidup, yang kemudian dikenal sebagai aliran Taoisme. Keutamaannya merupakan sebuah refleksi hidupnya selama berada di perpustakaan dokumen penting tersebut. Ia menekankan sebuah kehidupan yang jauh dari keinginan diri atau hasrat semata yaitu suatu kehidupan yang kental dengan suasana kerjanya yaitu menekuni dokumen atau surat kuno. Ia ingin mengajak manusia kembali menghidupi Tao.


Manusia memang harus menemukan kebahagiaan, bukan kesuksesan. Ini didapat dengan mengikuti jalan Tao, bersatu dalam gerakan Tao. Ssu-ma Ch’ien mengatakan bahwa Lao Tze dalam hidup di jalan Tao juga merupakan seorang pribadi yang sangat asketis. Ia hidup menyendiri terpisah dari dunia yang ramai, dengan menekankan prinsip hidup wu wei, yaitu kesederhanaan, penuh kedamaian, ketenangan batin, dan kemumian pikiran.


Dalam akhir perjalanannya, Lao Tze dikabarkan menunggang seekor kerbau dan pergi kearah barat, yang sekarang ini daerah tersebut dikenal dengan nama Tibet. Di lembah Hanoko dia bertemu dengan seorang penjaga pintu gerbang Negeri tersebut yang melarangnya untuk pergi, tapi usaha penjaga pintu gerbang itu sia-sia karena Lao Tze memaksa untuk tetap pergi meninggalkan Negeri tersebut. Akhirnya, Lao Tze diperkenankan untuk pergi tapi dengan satu syarat, ia harus meninggalkan suatu ajaran. Dengan penuh keikhlasan, Lao Tze menyanggupi permintaan penjaga pintu tersebut. Kemudian, dia bermalam tiga hari untuk menuliskan pikiran-pikirannya yang kemudian disebut dengan nama Tao Te Ching.









Konsep Lao Tze

Tao Te Ching karya Lao Tze mengekspresikan konsep-konsep yang saling berhubungan secara sistematis sehingga memberikan makna dan pemahaman. Daya-daya akan saling menciptakan melalui reaksi berantai yang diawali oleh energi yang saling bertentangan. Peristiwa di dunia nyata merupakan akibat dari daya-daya itu. Bahkan ketika suatu pola telah ada, sesungguhnya pola itu lenyap juga. Ada hanyalah aspek dari tidak ada, sedangkan tidak ada hanyalah aspek dari ada. Keduanya saling menciptakan.
Tao tidak mengenal akhir, namun kehampaan, yang merupakan jantung dari segala sesuatu, jantung kehidupan. Kehidupan yang abadi ditemukan dalam kehampaan. Dari kehampaan timbul kegunaan. Ruang kosong di dalam mangkuk yang membuat mangkuk itu menjadi bermanfaat. Karena, tanpa ruang kosong di dalamnya, sebuah mangkuk tidak dapat diisi.



KITAB SUCI AGAMA TAO

1.      Tao Te Ching
Tao Te Ching adalah nama kitab penganut Taoisme. Apa yang membuat begitu banyak orang tertarik dengan buku yang penuh teka-teki ini adalah makna mendalam yang dapat diambil dari kata-katanya yang penuh arti. Buku ini mengekspresikan esensi filsafat awal ajaran Tao. Disusun menjadi bab-bab pendek yang puitis, kata-kata yang dituliskan dalam karakter China kuno ini memuat banyak kemungkinan penafsiran. Sehingga, tiap penerjemah menjadi penafsir, yang memiliki pengertian beragam tanpa batas, namun kita masih dapat mendengarkan gaungnya dalam tema-tema yang ada.
Tao Te Ching (Karya Klasik Tentang Jalan dan Keluhurannya) dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian tentang Tao, yakni Ketunggalan misterius yang membimbing setiap orang dan segala sesuatu. Sedangkan bagian lainnya, tentang Te, yaitu daya yang dicapai dengan mengikuti Tao. Secara keseluruhan, kitab ini terdiri dari 82 bab. Tao Te Ching memperlihatkan Jalan Taois dan menunjukkan bahwa dengan mengikutinya akan membuat kita mencapai kehidupan yang memuaskan. Lao Tze memilih mengekspresikan Tao yang melalui lirik yang ambigu dan puitis, sehingga membangkitkan intuisi mengenai Tao yang ada dalam diri pembacanya.



2.      Chuang-Tzu
Disamping Tao Te Ching, kita juga mengenal kitab lain yaitu Chuang-Tzu atau Zuangzi, yang merupakan kumpulan 33 bab esai yang terbagi menjadi tiga bagian: Bab Dalam (nei-p’ien), Bab Luar (wai-p’ien), dan Bab lain-lain (tsa-p’ien), sebagaimana banyak naskah kuno yang lain. Kitab ini diberi nama oleh pengarangnya pada abad  ke-4 SM, Zuangzi. Penulis kitab ini adalah Chuang-Tzu atau Chuang Chou. Chuang-Tzu memiliki pengetahuan filsafat terkemuka di zamannya, begitu pula dengan karya klasik. Berbeda dari para penulis Taois lainnya, karya-karya Chuang-Tzu juga membahas semua filsafat lainnya, terutama Konfusianisme. Melalui tulisannya, Chuang-Tzu melukiskan banyak pokok pandangannya menggunakan contoh yang diambil dari alam. Ia percaya bahwa cara alam adalah cara Tao. Dia juga melihat perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup ini dan juga dalam kematian sebagai perpaduan dengan Tao (tidak terlepas dari Tao).
Semua ide-ide Chuang-Tzu menjadi sangat penting bagi tradisi keagamaan Taoisme di seluruh dunia. Pemikiran Chuang-Tzu yang tertuang di dalam kitabnya ditulis dalam 7 bab, sedangkan pemikiran yang lain ditulis sebanyak 26 bab yang merupakan karya dari murid-muridnya.



The Chuang Tzu has been translated into English numerous times, but never with the freshness, accessibility, and accuracy of this remarkable rendering. Here the immediacy of Chuang Tzu's language is restored in a idiom that is both completely fresh and true to the original text. This unique collaboration between one of America's premier poet-translators and a leading Chinesescholar presents the so-called "Inner Chapters" of the text, along with important selections from other chapters thought to have been written by Chuang Tzu's disciples.

Of the 33 chapters in the original, Hamill and Seaton render 19 completely and 3 partially into a naturally flowing English idiom that captures the vibrancy, humor, and playful sincerity of Chuang Tzu's language. Chuang Tzu offers insights more than teachings, startlingly transparentnuggets of wisdom in short episodes with colorful characters and trenchant punch lines. His overarching themes of freedom, living naturally, using the useless, the interconnectedness of all things, natural transformation, and such materialize as the eye meanders from passage to passage. Here is a concise, fluent rendition that makes reading Chuang Tzu almost as much fun as wandering free and easy through the infinite.

3.      Liezi
Kitab Liezi dianggap sebagai kumpulan cerita-cerita dan hiburan-hiburan dalam filsafat, kitab ini juga berisikan bahan-bahan yang ditulis selama 600 tahun. Penulis kitab ini adalah Lieh-Tzu atau Lieh Yu K’ou. Tidak dapat dipastikan apakah Lieh-Tzu secara pribadi menulis Kitab Liezi. Sesuai tradisi China dini, tulisan-tulisannya barangkali dikumpulkan belakangan oleh para muridnya. Kitab yang dianggap berasal dari Lieh-Tzu ini mungkin sekali merupakan kumpulan dari sejumlah penulis yang sejalan dengan pemikiran Lieh-Tzu. Jadi, pandangan yang terdapat dalam kitab itu berasal dari periode sejarah dini, barangkali sekitar 398 SM, tetapi dikumpulkan belakangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar