Kamis, 24 Mei 2012

AGAMA TAO DI CINA DAN DI INDONESIA


A.    Sejarah dan Perkembangan Agama Tao di China Dewasa Ini

Taoisme sebagai organisasi keagamaan yang muncul di Cina pada abad ke-2 M. Namun, sebelumnya Taoisme telah dipraktekkan secara turun-temurun sejak Lao-Tse meninggalkan ajarannya untuk orang-orang yang membutuhkan ajaran-ajaran dari guru tua yang bijaksana.
Taoisme sekarang di Cina dibagi ke dalam dua sekte, yaitu:
1)      Taoisme Perdamaian Besar
2)      Taoisme Lima Gantang Beras
Namun, hanya sekte Taoisme Lima Gantang Beras saja yang tetap hidup dan bertahan sampai sekarang. Sekte Taoisme Perdamaian Besar dilarang oleh penguasa-penguasa feudal, karena ajaran-ajarannya dianggap membahayakan kepentingan Negara Cina. Seperti yang kita ketahui, Cina menganut paham Komunis yang keyakinan keagamaan penduduknya dikontrol oleh Negara.
Zhang Doaling adalah seorang yang memprakarsai Taoisme Lima Gantang Beras dan dianggap sebagai pendiri dari Taoisme sekarang ini. Dalam beberapa sekte, Zhang Doaling bersama dengan Ge Xuan, Xu Xun dan Sha Shoujian disebut dengan “Empat Masters Surgawi”. Bahkan, ia juga disebut sebagai salah satu dewa yang diyakini oleh para penganut Tao dengan gelar “ T’ien Chih” atau Guru Leluhur Surgawi.
Pada abad ke-12, Taoisme dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:
-          Taoisme Chuan-Chen
-          Taoisme Cheng-i

Perbedaannya ialah, jika dalam Taoisme Chuan-Chen, pendeta-pendetanya hidup di klenteng dan meninggalkan keluarga mereka, serta mereka tidak memakan daging dan hidup sederhana. Dan dalam Taoisme Cheng-I, para pendetanya hidup dengan keluarga mereka, mereka tidak ada larangan untuk memakan daging, serta umumnya mereka membantu orang lain dalam mendapatkan keberuntungan dan menjauhkan dari hal-hal yang buruk.
Para penganut Tao di Tiongkok memuja banyak dewa, Tuhan Maha Pencipta, Tuhan adalah roh suci dan Tuhan adalah penguasa jalan (Lao Tze) yang dianggap sebagai dewa tertinggi. Selain itu, banyak klenteng-klenteng yang dibangun diatas gunung. Salah satu tempat ibadah para penganut Tao yang terkenal adalah Baiyun (awan putih), sebuah klenteng yang terletak di kota Beijing, ibukota Tiongkok.
Seperti agama yang setara dengan agama lain, agama Tao juga memiliki organisasi keagamaan yang didirikan pada tahun 1975 di kota Beijing, yang dipimpin oleh Zhiting. Tujuannya adalah untuk memajukan dan mengembangkan kebudayaan masa lampau, sehingga organisasi keagamaan ini menerbitkan banyak karya-karya klasik Tao. Selain itu, di China juga terdapat lembaga pendidikan Tao yang didirikan pada tahun 1990. Lembaga pendidikan ini selain menyediakan kelas khusus, juga menyediakan kelas yang lebih tinggi untuk melakukan penelitian dan pengajaran Tao.
Pada tahun 1993, pengikut Tao dari klenteng-klenteng di daratan China, Hongkong dan Taiwan bersama-sama mengadakan upacara besar di klenteng Baiyun, Beijing. Dan pada tahun 2004, agama Tao di China pada saat ini menempati urutan kedua terbesar dari agama Buddha dan mereka hidup berdampingan dengan agama lain di China.

B.     Perkembangan Agama Tao di Indonesia

Pada zaman orde baru, agama Tao terbelenggu dengan pemerintah. Tidak boleh ada yang berbau Tao. Seperti peringatan Tahun Baru Imlek, upacara-upacara keagamaan, dan lain sebagainya. Akibatnya, generasi muda yang lahir pada zaman orde baru menjadi kehilangan identitas dan tidak tahu apa agama Tao itu sebenarnya. Ketika itu, para penganut agama Tao diminta untuk pindah ke agama lain. Akan tetapi, ada beberapa yang tetap bertahan dan setia dengan agama Tao.
Bahkan, yang lebih parah adalah ada kelompok tertentu yang menjelek-jelekkan agama Tao dan menjadikan para generasi muda tertarik dengan cara beribadah praktis, seperti beribadah di bioskop atau di mall. Yang dilakukan saat ini adalah bagaimana membuat agama Tao menjadi sebuah agama resmi di Indonesia.
Banyak sumber daya yang diperlukan untuk lebih memperkenalkan agama Tao ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia, seperti:
1.      Uang         : Tidak semua umat Tao adalah golongan konglomerat yang memiliki
                    banyak dana.
2.      Waktu       : Bagi umat Tao, waktu adalah sangat berharga. Sebab, semua umat harus
                    mandiri, bekerja dan menghasilkan uang untuk memenuhi keperluan
                    masing-masing.
3.      SDM         : Sangat diperlukan banyak ahli untuk mengembangkan Tao, bukan hanya
                    mampu menjabarkan ajaran Tao.

C.    Praktek Keagamaan Tao

1)      Asal-Usul Adanya Sam Seng dan Persembahan Pada Dewa
Banyak orang-orang yang datang ke klenteng untuk menanyakan jodoh dan nasib kepada Sang Guru. Namun, pada bulan-bulan tertentu Sang Guru tidak berada di tempat. Ia dipercayai sedang dalam pencarian obat di hutan atau di pegunungan. Oleh karena itu, agar orang-orang tersebut tidak kecewa, maka Sang Guru membuat Ciam Sie. Dari sinilah, muncul kebiasaan mempersembahkan kepada dewa.
Caranya yaitu, orang-orang yang datang dengan membawa tiga jenis hewan yaitu babi untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan udara. Namun, sebenarnya Samseng dalam Tao tidak digunakan sebagai persembahan dewa. Jadi, hanya dengan buah-buahan saja seperti apel, pear, jeruk, anggur, dan lain-lain. Yang penting adalah buah-buahan yang segar, tidak berduri dan serasi dipandang mata.

2)      Yin Shen Jie Fu- Sembahyang Tahun Baru Imlek
Biasanya satu minggu sebelum tanggal satu bulan satu Imlek, yang sudah berumah tangga, semua anggota keluarga membersihkan rumah secara keseluruhan.Semua Hu yang sudah berubah warna (agak keputihan) dilepas dan diganti dengan baru, Hu yang lama dibakar.Meja sembahyangan dibersihkan, patung-patung Dewa Dewi diturunkan, dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air bunga agar bersih dan wangi. Kemudian meja sembahyangan dan patung-patung ditata kembali dengan rapi dan siap menyambut tahun baru.
Persiapan
Satu atau dua hari sebelum hari H tiba, yaitu tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek, siapkan buah-buahan dengan jumlah masing-masing lima buah, lima jenis (apel, jeruk, pear, anggur, jeruk besar, dll) dan rangkap dua, artinya untuk meja sembahyangan Thian Kung satu set dan untuk meja sembahyangan yang didalam rumah satu set. Hindari memilih jenis buah yang berduri (salak, nanas, dan lainnya).
Meja sembahyangan Tian Gong [Thian Kung] disiapkan. Kemudian Hio besar sesuai kebutuhan, minimum dua batang. Hio kecil secukupnya tergantung anggota keluarga yang ingin sembahyang, masing-masing anggota 12 batang Hio pada tiap meja sembahyang. Lilin yang pantas 2 batang tiap meja (jangan terlalu tinggi dan besar) sebagai penerangan. Bunga segar untuk meja bila mampu, sebagai pewangi.
Xiang Lu [Hio Lo / tempat Hio] untuk meja Tian Gong. Bila tidak ada yang permanen, dapat dibuat dari kaleng susu besar, dibungkus dengan kertas merah dan diisi beras.
Cangkir kecil (Jiu Jing), tempat teh sebanyak 5 buah untuk masing-masing meja sembahyang. Juga teh jangan lupa. Permen satu piring kecil sebagai pemanis untuk masing-masing meja sembahyang. Minyak wangi disemprotkan ke tangan anggota keluarga saat sebelum sembahyang. Kain merah sebagai taplak meja Tian Gong. Demi keselamatan lebih baik diatas taplak meja tadi diberi alas kaca, sebelum buah, lilin, Xiang Lu [Hio Lo] dan lainnya disusun.
Penyusunan Sembahyang
Letakkan meja Tian Gong menghadap Timur dengan langit-langit terbuka. Pasang taplak meja merah, letakkan kaca diatasnya. Susun Xiang Lu [Hio Lo], cangkir teh setengah lingkaran, lilin disamping kanan kiri, buah-buahan melingkar setengah lingkaran juga, bunga dibelakang kanan kiri meja. Permen di sebelah kanan depan meja. Demikian pula dengan susunan yang sama untuk meja sembahyang yang ada di dalam rumah.
 Saat Sembahyang
Waktu sembahyang pada tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek, jam 00:30 sampai 06:00 adalah yang paling baik. Pakailah pakaian yang rapi. Susunlah permohonan permintaan untuk satu Tahun Baru ini, agar tidak ada yang tertinggal.
Kepala keluarga memimpin sembahyang dengan Xiang [Hio] besar satu di hadapan Tian Gong, kemudian diikuti dengan 12 Xiang [Hio] kecil. Sembah sujud seperti biasa sembahyangan kita, permohonan-permohonan diutarakan. Setelah selesai diikuti dengan anggota keluarga yang lain, mulai dari pangkat yang tertinggi menurun. Kepala keluarga melanjutkan sembahyang yang sama di meja sembahyangan dalam rumah dengan pola yang sama.
Setelah semuanya selesai, tunggu sebentar, sekitar 30 menit. Bila situasi lingkungan tidak mengijinkan, maka meja sembahyangan Tian Gong boleh diberesin / diangkat semua persembahan yang ada, tinggalkan Xiang [Hio] nya saja. Bila situasi mengijinkan maka dapat dibiarkan sampai pagi, sampai lilin dan Xiang [Hio] terbakar habis. Kemudian pada pagi harinya dilanjutkan dengan adat keluarga masing-masing, seperti berkunjung kerumah orang tua, orang yang dituakan, dll.

Pokok utama dari kita Siu Tao adalah kemantapan dan ketulusan hati (Jen Sin). Tidak perlu bermewah-mewahan, sesuaikan dengan keadaan ekonomi yang ada. Kalau “ada” baik, kalau sampai tidak adapun bukan suatu hambatan untuk Siu Tao, untuk sembahyangan Yin Shen Jie Fu. Apa-apa yang kita persembahkan, kesemuanya hanyalah penggembira, sedap dipandang, ditinjau dari kaca mata manusia.
Sedangkan Sen / Sien (Dewa-Dewi) sendiri, tidak makan apa yang kita persembahkan itu. Jadi ketulusan dan kemantapan hati (Jen Sin) ditambah Wu, menuju Cen-lurus (Siu Cen) itulah tujuan pokok utama kita Siu Tao.

3)      Upacara Pernikahan

Diatas altar Maha Dewa kita, diletakkan 5 macam buah sebagai lambang dari U Fuk (Lima kebahagiaan). Di kanan-kiri hiolo terdapat 9 pasang lilin merah yang diatur dari yang pendek ke yang tinggi. Sebagai pemanis, diletakkan rangkaian bunga. Ada pula yang memasang kain merah untuk semakin memeriahkan ruangan.
Begitu tiba, pengantin dijemput oleh sepasang Huang Ie yang bertugas sebagai penjemput pengantin. Mereka dibawa ke ruang upacara dengan diiringi lagu Kwe Ming Li.
Upacara pun segera dimulai. Pemimpin upacara yang berjumlah 3 orang memimpin para Fu Fak untuk sembahyang. Setelah para Fu Fak berdiri di kanan-kiri tempat upacara, barulah pengantin dan orang tua mereka diantar ke depan altar untuk sembahyang, diiringi lagu Kung Huo. Pengantin beserta orang tua sembahyang dengan menggunakan 1 hio besar dipimpin oleh salah seorang pemimpin upacara.
Seusai sembahyang, orang tua pengantin dipersilahkan duduk di tempat yang telah disediakan. Orang tua mempelai pria di sebelah kanan dan orang tua mempelai wanita di sebelah kiri.
Acara Cing Ciu (Mempersembahkan arak) dimulai. Dengan diiringi lagu Syiek Suang Jing atau terima kasih, kedua mempelai Kui (bersujud) mempersembahkan arak sebagai lambang hormat serta terima kasih mereka kepada orang tua yang telah membesarkan, mendidik serta memberikan kasih sayang sehingga dewasa dan dapat mulai menempuh sebuah kehidupan sendiri yang mandiri.
Acara dilanjutkan dengan suatu Tanya jawab antara pemimpin upacara dengan pengantin. Para pemimpin upacara berhak menilai apakah kedua mempelai memang cukup layak secara mental untuk membangun sebuah rumah tangga sendiri.
Selanjutnya adalah Acara Tukar Cincin. Dengan diiringi lagu Se Yen (Kuucap janji), mempelai berdua saling mengikatkan diri. Para pemimpin upacarapun memberikan beberapa nasehat yang berguna dalam kehidupan pernikahan mereka kelak. Puncaknya pernikahan disahkan dengan memberikan simbol berupa kalungan hati kepada masing-masing pengantin, yang kemudian disatukan dengan sebuah kalungan besar berbentuk hati juga, sebagai tanda bersatunya dua hati. Hadirin serentak memberikan tepuk tangan sambil menyanyikan lagu Cu Fuk, yang berarti selamat berbahagia.
Upacara diakhiri dengan ucapan selamat dari para pemimpin upacara beserta Fu Fak yang lalu diikuti oleh keluarga dan hadirin. Sebelum meninggalkan Taokwan, kedua mempelai sembahyang mengucapkan terima kasih. Lagu Gembira Ria dan Tao Ciao Ti Ce (Umat Tao) mengantar kepergian mereka. Demikianlah, dua buah hati telah menjadi satu, bahu membahu menempuh sebuah kehidupan yang baru.

4)      Upacara Kematian

D.    Sejarah Neo Taoisme

Neo Taoisme adalah salah satu gerakan pembaharuan, dimana terdapat sebuah kelompok yang bertekad untuk mengembalikan agama Tao kepada Tao klasik, yaitu untuk menafsirkan kembali tema-tema Taois yang asli dan memadukannya dengan Konfusianisme. Neo-Taois diperkirakan berkembang pada tahun 200-1000 SM. Dimana pada saat itu, para penganut Tao sudah terpengaruh dengan agama Buddha. Buddhisme Zen yang didirikan berabad-abad lalu, kemudian dipengaruhi oleh prinsip Neo-Taois.
Mereka menganggap wu-wei adalah sesuatu yang alami. Mereka justru menambahkan Yu-wei, yaitu kegiatan yang mereka percayai sebagai sesuatu yang tidak alami. Kaum Neo-Taois mengambil sikap yang berbeda tentang emosi. Mereka percaya, dengan merasakan dan meredam emosi dapat membuat mereka menjadi lebih bijaksana. Seperti yang diungkapkan oleh Wang Pi “Orang bijak pun memiliki emosi, tetapi tanpa menjadi terpikat olehnya.”
Selain itu, kaum Neo-Taois memercayai sesuatu yang diungkapkan dalam I Ching. Segala yang terus menerus selalu berubah, tidak pernah diam. Taoisme dimodifikasi cukup tajam, membuka kemungkinan bagi filsuf yang muncul belakangan untuk menggabungkan prinsip-prinsip Taois dengan Neo-Konfusianisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar