A.
Sejarah dan Perkembangan Agama Tao di China Dewasa Ini
Taoisme sebagai organisasi keagamaan yang muncul di Cina pada abad
ke-2 M. Namun, sebelumnya Taoisme telah dipraktekkan secara turun-temurun sejak
Lao-Tse meninggalkan ajarannya untuk orang-orang yang membutuhkan ajaran-ajaran
dari guru tua yang bijaksana.
Taoisme
sekarang di Cina dibagi ke dalam dua sekte, yaitu:
1)
Taoisme
Perdamaian Besar
2)
Taoisme
Lima Gantang Beras
Namun, hanya sekte Taoisme Lima Gantang Beras saja yang tetap hidup
dan bertahan sampai sekarang. Sekte Taoisme Perdamaian Besar dilarang oleh
penguasa-penguasa feudal, karena ajaran-ajarannya dianggap membahayakan
kepentingan Negara Cina. Seperti yang kita ketahui, Cina menganut paham Komunis
yang keyakinan keagamaan penduduknya dikontrol oleh Negara.
Zhang Doaling adalah seorang yang memprakarsai Taoisme Lima Gantang
Beras dan dianggap sebagai pendiri dari Taoisme sekarang ini. Dalam beberapa
sekte, Zhang Doaling bersama dengan Ge Xuan, Xu Xun dan Sha Shoujian disebut
dengan “Empat Masters Surgawi”. Bahkan, ia juga disebut sebagai salah satu dewa
yang diyakini oleh para penganut Tao dengan gelar “ T’ien Chih” atau Guru
Leluhur Surgawi.
Pada abad ke-12, Taoisme dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:
-
Taoisme
Chuan-Chen
-
Taoisme
Cheng-i
Perbedaannya ialah, jika dalam Taoisme Chuan-Chen,
pendeta-pendetanya hidup di klenteng dan meninggalkan keluarga mereka, serta
mereka tidak memakan daging dan hidup sederhana. Dan dalam Taoisme Cheng-I, para
pendetanya hidup dengan keluarga mereka, mereka tidak ada larangan untuk
memakan daging, serta umumnya mereka membantu orang lain dalam mendapatkan
keberuntungan dan menjauhkan dari hal-hal yang buruk.
Para penganut Tao di Tiongkok memuja banyak dewa, Tuhan Maha
Pencipta, Tuhan adalah roh suci dan Tuhan adalah penguasa jalan (Lao Tze) yang
dianggap sebagai dewa tertinggi. Selain itu, banyak klenteng-klenteng yang
dibangun diatas gunung. Salah satu tempat ibadah para penganut Tao yang
terkenal adalah Baiyun (awan putih), sebuah klenteng yang terletak di kota
Beijing, ibukota Tiongkok.
Seperti agama yang setara dengan agama lain, agama Tao juga
memiliki organisasi keagamaan yang didirikan pada tahun 1975 di kota Beijing,
yang dipimpin oleh Zhiting. Tujuannya adalah untuk memajukan dan mengembangkan
kebudayaan masa lampau, sehingga organisasi keagamaan ini menerbitkan banyak
karya-karya klasik Tao. Selain itu, di China juga terdapat lembaga pendidikan
Tao yang didirikan pada tahun 1990. Lembaga pendidikan ini selain menyediakan kelas
khusus, juga menyediakan kelas yang lebih tinggi untuk melakukan penelitian dan
pengajaran Tao.
Pada tahun 1993, pengikut Tao dari klenteng-klenteng di daratan China,
Hongkong dan Taiwan bersama-sama mengadakan upacara besar di klenteng Baiyun,
Beijing. Dan pada tahun 2004, agama Tao di China pada saat ini menempati urutan
kedua terbesar dari agama Buddha dan mereka hidup berdampingan dengan agama
lain di China.
B.
Perkembangan Agama Tao di Indonesia
Pada zaman orde baru, agama Tao terbelenggu dengan pemerintah.
Tidak boleh ada yang berbau Tao. Seperti peringatan Tahun Baru Imlek,
upacara-upacara keagamaan, dan lain sebagainya. Akibatnya, generasi muda yang
lahir pada zaman orde baru menjadi kehilangan identitas dan tidak tahu apa
agama Tao itu sebenarnya. Ketika itu, para penganut agama Tao diminta untuk
pindah ke agama lain. Akan tetapi, ada beberapa yang tetap bertahan dan setia
dengan agama Tao.
Bahkan, yang lebih parah adalah ada kelompok tertentu yang
menjelek-jelekkan agama Tao dan menjadikan para generasi muda tertarik dengan
cara beribadah praktis, seperti beribadah di bioskop atau di mall. Yang
dilakukan saat ini adalah bagaimana membuat agama Tao menjadi sebuah agama
resmi di Indonesia.
Banyak sumber daya yang diperlukan untuk lebih memperkenalkan agama
Tao ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia, seperti:
1.
Uang : Tidak semua umat Tao adalah golongan
konglomerat yang memiliki
banyak dana.
2.
Waktu : Bagi umat Tao, waktu adalah sangat
berharga. Sebab, semua umat harus
mandiri, bekerja dan menghasilkan uang untuk
memenuhi keperluan
masing-masing.
3.
SDM : Sangat diperlukan banyak ahli untuk
mengembangkan Tao, bukan hanya
mampu menjabarkan ajaran Tao.
C.
Praktek Keagamaan Tao
1)
Asal-Usul
Adanya Sam Seng dan Persembahan Pada Dewa
Banyak
orang-orang yang datang ke klenteng untuk menanyakan jodoh dan nasib kepada
Sang Guru. Namun, pada bulan-bulan tertentu Sang Guru tidak berada di tempat.
Ia dipercayai sedang dalam pencarian obat di hutan atau di pegunungan. Oleh
karena itu, agar orang-orang tersebut tidak kecewa, maka Sang Guru membuat Ciam
Sie. Dari sinilah, muncul kebiasaan mempersembahkan kepada dewa.
Caranya yaitu,
orang-orang yang datang dengan membawa tiga jenis hewan yaitu babi untuk hewan
darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan udara. Namun, sebenarnya
Samseng dalam Tao tidak digunakan sebagai persembahan dewa. Jadi, hanya dengan
buah-buahan saja seperti apel, pear, jeruk, anggur, dan lain-lain. Yang penting
adalah buah-buahan yang segar, tidak berduri dan serasi dipandang mata.
2)
Yin
Shen Jie Fu- Sembahyang Tahun Baru Imlek
Biasanya satu minggu sebelum
tanggal satu bulan satu Imlek, yang sudah berumah tangga, semua anggota
keluarga membersihkan rumah secara keseluruhan.Semua Hu yang sudah berubah
warna (agak keputihan) dilepas dan diganti dengan baru, Hu yang lama dibakar.Meja
sembahyangan dibersihkan, patung-patung Dewa Dewi diturunkan, dicuci dengan
sabun dan dibilas dengan air bunga agar bersih dan wangi. Kemudian meja
sembahyangan dan patung-patung ditata kembali dengan rapi dan siap menyambut
tahun baru.
Persiapan
Satu atau dua hari sebelum hari H
tiba, yaitu tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek, siapkan buah-buahan
dengan jumlah masing-masing lima buah, lima jenis (apel, jeruk, pear, anggur,
jeruk besar, dll) dan rangkap dua, artinya untuk meja sembahyangan Thian Kung
satu set dan untuk meja sembahyangan yang didalam rumah satu set. Hindari
memilih jenis buah yang berduri (salak, nanas, dan lainnya).
Meja sembahyangan Tian Gong [Thian
Kung] disiapkan. Kemudian Hio besar sesuai kebutuhan, minimum dua batang. Hio
kecil secukupnya tergantung anggota keluarga yang ingin sembahyang,
masing-masing anggota 12 batang Hio pada tiap meja sembahyang. Lilin yang
pantas 2 batang tiap meja (jangan terlalu tinggi dan besar) sebagai penerangan.
Bunga segar untuk meja bila mampu, sebagai pewangi.
Xiang Lu [Hio Lo / tempat Hio]
untuk meja Tian Gong. Bila tidak ada yang permanen, dapat dibuat dari kaleng
susu besar, dibungkus dengan kertas merah dan diisi beras.
Cangkir kecil (Jiu Jing), tempat
teh sebanyak 5 buah untuk masing-masing meja sembahyang. Juga teh jangan lupa. Permen
satu piring kecil sebagai pemanis untuk masing-masing meja sembahyang. Minyak
wangi disemprotkan ke tangan anggota keluarga saat sebelum sembahyang. Kain
merah sebagai taplak meja Tian Gong. Demi keselamatan lebih baik diatas taplak
meja tadi diberi alas kaca, sebelum buah, lilin, Xiang Lu [Hio Lo] dan lainnya
disusun.
Penyusunan Sembahyang
Letakkan meja Tian Gong menghadap
Timur dengan langit-langit terbuka. Pasang taplak meja merah, letakkan kaca
diatasnya. Susun Xiang Lu [Hio Lo], cangkir teh setengah lingkaran, lilin
disamping kanan kiri, buah-buahan melingkar setengah lingkaran juga, bunga
dibelakang kanan kiri meja. Permen di sebelah kanan depan meja. Demikian pula
dengan susunan yang sama untuk meja sembahyang yang ada di dalam rumah.
Saat
Sembahyang
Waktu sembahyang pada tanggal satu
bulan satu tahun baru Imlek, jam 00:30 sampai 06:00 adalah yang paling baik.
Pakailah pakaian yang rapi. Susunlah permohonan permintaan untuk satu Tahun
Baru ini, agar tidak ada yang tertinggal.
Kepala keluarga memimpin
sembahyang dengan Xiang [Hio] besar satu di hadapan Tian Gong, kemudian diikuti
dengan 12 Xiang [Hio] kecil. Sembah sujud seperti biasa sembahyangan kita,
permohonan-permohonan diutarakan. Setelah selesai diikuti dengan anggota
keluarga yang lain, mulai dari pangkat yang tertinggi menurun. Kepala keluarga
melanjutkan sembahyang yang sama di meja sembahyangan dalam rumah dengan pola
yang sama.
Setelah semuanya selesai, tunggu
sebentar, sekitar 30 menit. Bila situasi lingkungan tidak mengijinkan, maka
meja sembahyangan Tian Gong boleh diberesin / diangkat semua persembahan yang
ada, tinggalkan Xiang [Hio] nya saja. Bila situasi mengijinkan maka dapat
dibiarkan sampai pagi, sampai lilin dan Xiang [Hio] terbakar habis. Kemudian pada
pagi harinya dilanjutkan dengan adat keluarga masing-masing, seperti berkunjung
kerumah orang tua, orang yang dituakan, dll.
Pokok utama dari kita Siu Tao
adalah kemantapan dan ketulusan hati (Jen Sin). Tidak perlu bermewah-mewahan,
sesuaikan dengan keadaan ekonomi yang ada. Kalau “ada” baik, kalau sampai tidak
adapun bukan suatu hambatan untuk Siu Tao, untuk sembahyangan Yin Shen Jie Fu.
Apa-apa yang kita persembahkan, kesemuanya hanyalah penggembira, sedap
dipandang, ditinjau dari kaca mata manusia.
Sedangkan Sen / Sien (Dewa-Dewi)
sendiri, tidak makan apa yang kita persembahkan itu. Jadi ketulusan dan
kemantapan hati (Jen Sin) ditambah Wu, menuju Cen-lurus (Siu Cen) itulah tujuan
pokok utama kita Siu Tao.
3) Upacara Pernikahan
Diatas altar Maha Dewa kita,
diletakkan 5 macam buah sebagai lambang dari U Fuk (Lima kebahagiaan). Di
kanan-kiri hiolo terdapat 9 pasang lilin merah yang diatur dari yang pendek ke
yang tinggi. Sebagai pemanis, diletakkan rangkaian bunga. Ada pula yang
memasang kain merah untuk semakin memeriahkan ruangan.
Begitu tiba, pengantin dijemput
oleh sepasang Huang Ie yang bertugas sebagai penjemput pengantin. Mereka dibawa
ke ruang upacara dengan diiringi lagu Kwe Ming Li.
Upacara pun segera dimulai.
Pemimpin upacara yang berjumlah 3 orang memimpin para Fu Fak untuk sembahyang.
Setelah para Fu Fak berdiri di kanan-kiri tempat upacara, barulah pengantin dan
orang tua mereka diantar ke depan altar untuk sembahyang, diiringi lagu Kung
Huo. Pengantin beserta orang tua sembahyang dengan menggunakan 1 hio besar
dipimpin oleh salah seorang pemimpin upacara.
Seusai sembahyang, orang tua
pengantin dipersilahkan duduk di tempat yang telah disediakan. Orang tua
mempelai pria di sebelah kanan dan orang tua mempelai wanita di sebelah kiri.
Acara Cing Ciu (Mempersembahkan
arak) dimulai. Dengan diiringi lagu Syiek Suang Jing atau terima kasih, kedua
mempelai Kui (bersujud) mempersembahkan arak sebagai lambang hormat serta
terima kasih mereka kepada orang tua yang telah membesarkan, mendidik serta
memberikan kasih sayang sehingga dewasa dan dapat mulai menempuh sebuah
kehidupan sendiri yang mandiri.
Acara dilanjutkan dengan suatu
Tanya jawab antara pemimpin upacara dengan pengantin. Para pemimpin upacara
berhak menilai apakah kedua mempelai memang cukup layak secara mental untuk
membangun sebuah rumah tangga sendiri.
Selanjutnya adalah Acara Tukar
Cincin. Dengan diiringi lagu Se Yen (Kuucap janji), mempelai berdua saling
mengikatkan diri. Para pemimpin upacarapun memberikan beberapa nasehat yang berguna
dalam kehidupan pernikahan mereka kelak. Puncaknya pernikahan disahkan dengan
memberikan simbol berupa kalungan hati kepada masing-masing pengantin, yang
kemudian disatukan dengan sebuah kalungan besar berbentuk hati juga, sebagai
tanda bersatunya dua hati. Hadirin serentak memberikan tepuk tangan sambil
menyanyikan lagu Cu Fuk, yang berarti selamat berbahagia.
Upacara diakhiri dengan ucapan
selamat dari para pemimpin upacara beserta Fu Fak yang lalu diikuti oleh
keluarga dan hadirin. Sebelum meninggalkan Taokwan, kedua mempelai sembahyang
mengucapkan terima kasih. Lagu Gembira Ria dan Tao Ciao Ti Ce (Umat Tao)
mengantar kepergian mereka. Demikianlah, dua buah hati telah menjadi satu, bahu
membahu menempuh sebuah kehidupan yang baru.
4) Upacara Kematian
D. Sejarah
Neo Taoisme
Neo Taoisme adalah salah satu
gerakan pembaharuan, dimana terdapat sebuah kelompok yang bertekad untuk
mengembalikan agama Tao kepada Tao klasik, yaitu untuk menafsirkan kembali
tema-tema Taois yang asli dan memadukannya dengan Konfusianisme. Neo-Taois
diperkirakan berkembang pada tahun 200-1000 SM. Dimana pada saat itu, para
penganut Tao sudah terpengaruh dengan agama Buddha. Buddhisme Zen yang
didirikan berabad-abad lalu, kemudian dipengaruhi oleh prinsip Neo-Taois.
Mereka menganggap wu-wei adalah
sesuatu yang alami. Mereka justru menambahkan Yu-wei, yaitu kegiatan yang
mereka percayai sebagai sesuatu yang tidak alami. Kaum Neo-Taois mengambil
sikap yang berbeda tentang emosi. Mereka percaya, dengan merasakan dan meredam
emosi dapat membuat mereka menjadi lebih bijaksana. Seperti yang diungkapkan
oleh Wang Pi “Orang bijak pun memiliki emosi, tetapi tanpa menjadi terpikat
olehnya.”
Selain itu, kaum Neo-Taois
memercayai sesuatu yang diungkapkan dalam I Ching. Segala yang terus menerus
selalu berubah, tidak pernah diam. Taoisme dimodifikasi cukup tajam, membuka
kemungkinan bagi filsuf yang muncul belakangan untuk menggabungkan
prinsip-prinsip Taois dengan Neo-Konfusianisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar